Torehan Pena Mahameru (Edisi 3)

Aku bingung dengan bangsaku saat ini. Bingung karena keadaan yang memaksa. Tidak sedikit mungkin, orang yang mengerti tentang ilmu alam, ilmu akal, dan ilmu bumi. Namun, coba kita lihat ke belakang. Aku merasa, masih ada segolongan orang yang harus kita perhatikan. Jauh sebelum kita melihat bangsa ke depan. Tidak lihatkah Anda? Tidak sedikit mereka yang memakasakan diri tinggal di bawah ramainya kota. Aku tahu, apa yang ada di benak mereka saat ini. Mereka memikirkan, bagaimana caranya untuk hidup, namun juga tidak merugikan keluarga. Tahun 1998, ketika Indonesia digemparkan oleh REFORMASI. Sudah bukan saatnya lagi, kita mengaji alam dan dunia politik, sedangkan bangsa dan lainnya masih tertindas. Apakah pantas, seorang anak ketika matahari terbit harus disuguhkan dengan pekerjaan yang ia sendiri masih belum mengerti, tentang maksud dan tujuan mengapa ayah dan ibunya memaksanya untuk terus menerus memeras keringat. Kota Jakarta memang tidak layak dipanggil dengan sebutan kota. Mengapa? Mungkin anda bisa melihat sendiri bagaimana Jakarta saat ini. Lingkungan yang tidak ramah, cuaca yang terus menerus menegur, dan bencana yang terus menerus datang menghampiri masyarakatnya.

Zaman rezim sudah berakhir. Kekuasaan yang bentuknya semena-mena sudah dibuang. Tapi mengapa? Ketika semuanya sudah berakhir, pelbagai masalah malah semakin marak menghiasi Indonesia? Apa perlu, kita sebagai pemuda bangsa berteriak dengan lantang kepada Indonesia? Berteriak bahwa kitalah penerus-penerus bangsa yang sesungguhnya, bukan dia, mereka, ataupun kamu. Tapi, kita semua. Apa perlu yang sedemikian itu terjadi? Gerakan 30 September sudah melewati kita. Lihat saja oleh kalian, lambang garuda yang syarat akan kesakralan, saat ini hanya menjadi pajangan-pajangan setiap sekolah. Pancasila yang syarat dengan kekramatannya, hanya dikumandangkan saja, namun tidak ada pelaksanaannya. Mereka semua hanya bisa membaca, tanpa melaksanakan apa yang mereka baca.

Kita juga bisa lihat, beberapa tahun ke belakang. Yang ada bukanlah perdamaian, persatuan, dan kebahagiaan. Melainkan pemberontakan, perpecahan, dan kehancuran di mana-mana. Aku mengatakan ini bukan karena aku adalah nasionalis bangsa, tapi hanya sekedar pelaksana damri peraturan yang sudah ada. Bukankah begitu, kawan? Mungkin iya, mungkin tidak. Itukah jawaban Anda? Kalau memang benar tertawalah, karena sudah saatnya jargon kematian dan kehancuran bangsa harus segera diproklamasikan kembali.

Indonesia (Country Guide)Experience Bali: A travel guide (2010)Indonesian: Lonely Planet PhrasebookA History of Modern IndonesiaThe Indonesia Reader: History, Culture, Politics (The World Readers)Indonesian Arts and CraftsIndonesian Prosperity by Vision Studio. Size 11.00 X 13.00 Art Poster Print on Canvas

comment 0 comments:

Posting Komentar

.:( Komentar dari Pembaca Saya Tunggu ):.

 
© 2010 Catatan Mahameru Nugraha is proudly powered by Go! Blog
Inspirasi hidup yang membawaku bisa seperti ini. Life will find a way.