CINTAKU DI UFUK NIL


Sore itu aku termenung menatap indah Cairo..........

Riak air di tepi sungai Nil, membuat sore itu terasa begitu indah. Sepasang burung Gagak hinggap di pohon, menambah suasana kehidupan semakin ramai. Tak sekali dua kali beberapa Perahu Motor pariwisata melintas dengan peminatnya yang begitu ramai. Aku menanti saat berbuka tiba, karena bagiku memandangi keindahan adalah bagian dari syukur atas nikmat Tuhan yang diberikan kepada kita sebagai hambanya.

Adzan maghrib mulai terdengar bersahut-sahutan antara masjid satu dengan masjid lainnya. Aku melangkah perlahan ke warung emperan jalan yang berada tidak jauh dari tempatku berdiam tadi.

“Astaghfirullahal’adzim, uangku! Uangku kemana.”aku terfokus kepada seorang wanita berkerudung yang kelihatan sibuk mencari sesuatu.

“Ada yang perlu saya bantu ukhti?”tanyaku sembari menghampiri wanita tersebut.

“Akh, maaf tidak perlu repot-repot”jawabnya sedikit meringis sesal.

“Gak apa-apa kok, saya tidak merasa direpotkan” .

“Ada sesuatu yang hilang?”tanyaku sambil menatap wajah ayunya.

“Uang saya, tiba-tiba saja lenyap dari kantong baju saya”ucapnya penuh sesal.

“Berapa uang yang hilang?”tanyaku penasaran.

“Seratus Pound” jawabnya agak sedikit sedih.

“Sudah berbuka puasa?”tanyaku.

“Belum”jawabnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Ya sudah, kita berbuka dahulu, setelah itu saya antarkan kamu pulang.”ajakku sambil tersenyum.

“Maaf, saya nggak mau ngerepotin antum.”ucapnya agak sedikit menolak.

“Sekali lagi, saya tidak pernah merasa direpotkan, oke.....”sambarku.

“Terima kasih sebelumnya”ucapnya dengan wajah tersipu malu.

“Sama-sama, mari.”ajakku.

Kami berjalan ke restoran terdekat. Restoran yang menyediakan masakan Indonesia. Sambil menikmati suasana, kami berjalan ketempat yang kami maksud.

“Oh iya, kita belum berkenalan nama kamu siapa?”tanyaku ditengah-tengah perjalanan.

“Nama saya Annisa, kamu boleh panggil saya Icha.”jawabnya tersenyum kecil.

“Kamu siapa?”tanyanya.

“Nama aku Musthafa Ali, kamu boleh panggil aku Ali.”jawabku.

“Nama kamu mengingatkan aku kepada orang pernah aku sayangi 15 tahun silam”tutur wanita itu sambil menatap langit, setelah terdiam sejenak.

“Oh ya! Dimana dia sekarang?”tanyaku kejut.

“Setelah kecelakaan itu, dia jadi lupa akan semuanya. Kami berteman semenjak kelas 3 SD, kecelakaan itu telah merenggut nyawa Ayahnya dan membuat Ibunya shock berat. Dia mengalami penyakit serius di Otak belakangnya, yang membuat ingatanya lenyap”ucapnya serius.

“Aku minta maaf, udah bikin kamu ingat denganya”pintaku kepadanya.

“Tidak apa, sudahlah kita lupakan.”tuturnya.

Di dalam restoran, kami memesan masakan Indonesia. Setelah beberapa menit kami menunggu dan berbincang kecil. Tiba-tiba saja, wanita itu menatap leherku begitu tajam.

“Ada apa dengan leher saya?”tanyaku penasaran.

“Ohh... tidak, tidak apa-apa.”jawabnya terbata-bata.

“Istnain Ayam Gepuk wa istnain Asyir Burtuqol ma’ak.”salah seorang pelayan Mesir datang dengan membawa makanan yang telah kami pesan.

“Syukraan”sahutku.

“Syukraan lillah”jawabnya tersenyum. “Ayo dimakan.”tawarku. “Terima kasih yah.”jawabnya.



.
Malam itu aku dihantui beribu pertanyaan, ketika dia memperhatikan leherku yang terdapat bekas luka jahitan. Timbul didalam benakku sebuah pertanyaan yang benar-benar membingungkan, siapakah wanita ayu berkerudung itu?. Setengah jam kami makan di restoran, kamipun bergegas keluar untuk melaksanakan shalat Maghrib.

“Sebelum kita pulang, ada baiknya kalau kita shalat Maghrib terlebih dahulu.”tawarku.

“Baiklah.”jawabnya menerima tawaranku.

Kami berjalan ke sebuah Masjid yang letaknya tidak jauh dari tempat kami berbuka puasa. Entah mengapa, kehusyuanku shalat terkikis ketika pertanyaan kecil itu muncul di benakku. Di akhir shalat aku berdo’a agar Allah senantiasa melindungiku dan memberikanku jalan terbaik. Di tengah-tengah doaku, aku juga meminta agar Allah memberikan jawaban dari sebuah pertanyaan itu kepadaku.

Pertanyaan itu terus-menerus menghantuiku sampai aku melangkahkan kaki keluar masjid.

“Sudah shalatnya?”tanyaku kepadanya.

“Alhamdulillah.”jawabnya tersenyum lugu.

“Mari, saya antar pulang.”tawarku dengan wajah begitu kebingungan, seakan dihantui beribu masalah.

“Kamu sakit?”tanyanya.

‘’ Tidak apa-apa kok, saya baik-baik saja.”jawabku dengan sedikit senyum.

“Mari!”ajakku.

“Rumah kamu di daerah mana? Sedang apa disini?”tanyaku penuh penasaran.

“Saya tinggal di daerah Saabi’, saya sering datang kesini, untuk melihat keindahan sore di kota Cairo.”jawabnya.

“Kamu sendiri?”timbalnya memberikanku pertanyaan.

“Sama dengan kamu, hampir tiap hari sepanjang Ramadhan ini aku datang kesini.”jawabku tersenyum.

“Ooowwww”lugasnya sambil memiringkan kepalanya.

“Oh iya, kamu tinggal dimana?”tanyanya.

“saya tinggal di daerah Tsamin.”jawabku dengan pandangan yang begitu sayup.

Beberapa menit kemudian, bus yang akan kami naiki telah datang.

“Itu busnya, mari!”ucapku sambil menunjuk ke arah bus.

“Kamu punya nomor telpon?”tanyanya setelah aku membayar tiket bus.

“Ada!”ucapku.

“Boleh kan kalau saya minta nomor kamu?”pintanya.

“Gak jadi masalah, asal jangan please call me aja yah!”gumamku.

Tak terasa bus kami telah sampai tujuan, tepatnya di Akhiru Mahattah Saabi’. “Kamu antarkan aku sampai disini saja yah!”pintanya.

“Aku gak enak sama teman rumahku.”sambungnya.

“Baiklah, tapi kamu baik-baik saja kan?”tanyaku dengan wajah cemas.

“Insya Allah, aku baik-baik saja.”timpalnya.

“Jangan lupa telpon aku yah.”candanya.

“Siip deh bos.”teriakku.


Di dalam bus, pertanyaan kecil itu datang lagi kedalam benakku. Aku semakin penasaran siapakah sebenarnya wanita itu? Sampai di rumahpun, aku masih memikirkan jawaban dari pertanyaan itu. “Ya Allah, berilah hambamu ini petunjukmu.”gumamku dalam hati.

Pertanyaan itu membuat aku semakin penasaran

Seperti biasanya, aku kembali ke tepi Nil untuk menyegarkan pikiranku. Dari kejauhan kulihat, wanita itu datang.

“Cha, Icha!”teriakku. Dia melambaikan tanganya kepadaku, dan berjalan menghampiriku.

“Bagaimana kabar kamu ?”tanyanya tersenyum manis.

“Alhamdulillah masih seperti biasanya.”jawabku. Wanita itu menatap tajam kembali leherku, secara bersamaan pertanyaan itu kembali muncul dan menghantuiku.

“Boleh saya bertanya?”dengan terpakasa kuucapkan pertanyaan kecil itu.

Wanita itu mengangguk kecil dengan mata yang masih menatap leherku.


“Kenapa kamu selalu menatap leherku, ketika kamu bertemu denganku dari semenjak kita bertemu?”tanyaku.

“Kamu mau tahu jawabannya?”katanya membuat aku semakin penasaran.

“Iya, bahkan sangat ingin!”harapku.

“Besok malam aku jawab pertanyaan kamu tadi.”jawabnya dengan mata sedikit berlinang.

“Kamu baik-baik saja?”tanyaku sambil merogok saku celanaku mancari tissue.

“Tidak, tidak apa-apa, aku baik-baik saja.”jawabnya terbata-bata, seperti menahan tangis di hatinya.

“Baiklah, aku tungggu besok malam disini, di tempat ini.”ucapku memohon.

“Baik.”tegasnya.


Seperti biasanya, aku berbuka puasa bersamanya, mengantarkan dia pulang, dan pertanyaan itu masih menghantuiku di setiap langkahku.


Besok malam adalah malam ‘Iedul Fitri, dan besok malam juga merupakan malam legaku, malam akan melepaskan pertanyaan menghantuiku.

“Semoga malam besok, adalah malam dimana pertanyaan itu tidak akan datang kembali merasuk kedalam benakku.”gumamku didalam hati.


Sore itu, aku menunggu kehadirannya, juga mempersiapkan diri mendengarkan jawban dari pertanyaan itu. Tak berapa lama, dia datang. Wanita itu datang dengan membawa bungkusan kecil di tangannya.

“Cha, disini!”teriakku sambil melambaikan tanganku.

Dia berjalan menghampiriku, dengan tatapan penuh dengan makna.

“Kamu sudah siap mendengar jawaban dariku?”tanyanya dengan mata berlinang.

“Insya Allah aku siap.”jawabku dengan penuh penasaran.


Kami berjalan mncari tempat lebih tenang. Sambil menunggu waktu bebuka puasa terakhir di tahun ini.


“Bagaimana Ali?Apakah kamu siap?”tanyanya dengan penuh keyakinan.

“Bissmillahirrahmanirrahim, aku siap”yakinku.

“Baiklah.”tegasnya sambil menghembuskan nafas.

“Ali, apakah kamu tahu, apakah selama ini kamu sadar mengapa aku selalu memandangi leher kamu?”tanyanya membingungkan.

“Tidak, aku tidak sadar”jawabku dengan terbata-bata.

“Do’aku akhirnya dikabulkan, lelaki selama ini hanya berada didalam benakku, laki-laki selama 15 tahun menjauh dariku, akhirnya datang ke pangkuanku.”jelasnya dengan airmata berlinang di pipinya.

“Dan laki-laki itu adalah kamu, Ali”ucapnya menatap wajahku tajam.

“Tidak, tidak mungkin”ucapku dengan rasa penuh kejut.

“Luka jahitan di lehermu adalah saksi bisunya, jahitan itu membuat aku yakin bahwa kamu adalah Ali yang dulu aku sayangi.”ucapnya tak kuasa menahan airmata yang seakan tumpah.

“Dan ini, adalah bunga Jasmine yang kamu berikan kepadaku di malam Iedul fitri.”ucapnya sambil mengeluarkan isi kantong plastik yang dibawanya.

“Aku tahu, kamu mungkin telah lupa dengan semua ini, karena penyakit yang kamu derita setelah kecelakaan menimpa keluargamu.”ucapnya.

“Bagaimana kamu bisa tahu kalau aku memiliki penyakit otak?”tanyaku meyakinkan.

“Kakak perempuanmu yang bilang sendiri kepadaku.”tegasnya memotong pembicaraanku.

“Ti, tidak mungkin, kamu pasti membual, kamu pasti berbohong.”ucapku sedikit keras.

“Tidak, aku tidak membual, aku tidak berbohong.”jawabnya dengan airmata masih mengalir di pipinya.

“Ini saksi terakhir”ucapnya sambil mengeluarkan cincin berbentuk hati.

Aku mulai sadar dan ingat bahwa dia adalah wanita yang selalu bersamaku disaat senang maupun susah 15 tahun silam. Cincin yang dia keluarkan membuat aku semakin yakin, karena akupun memakai cincin dengan bentuk dan motifnya yang sama. Terukir huruf A dengan angka 2 dibelakangnya.

“Kamukah itu?”tanyaku tak kuasa menahan haru.

“Ya, ini aku Annisa, perempuan yang selalu berada disisimu disaat susah ataupun senang.”jawabnya terisak.

“Annisa.....”teriakku sambil memeluknya.

“Ali.....”teriaknya histeris tak mau kalah.

Suara adzan Maghrib pun berkumandang . Dan di ufuk Nil lah cintaku kembali.

TAMAT

Created by: Nughy Van De Tyo. Cairo 24 Sep. 08 3:34 Subuh.































































comment 0 comments:

Posting Komentar

.:( Komentar dari Pembaca Saya Tunggu ):.

 
© 2010 Catatan Mahameru Nugraha is proudly powered by Go! Blog
Inspirasi hidup yang membawaku bisa seperti ini. Life will find a way.