Penangkapan Ariel, Sebuah Ketegasan Yang Salah Tempat

Tahun 2010 memang tahun yang gemilang bagi Indonesia. Rayakan pelbagai kejadian eksotis, tanpa pernah mendengarkan opini yang matang. Sempat berpikir sejenak, apa yang salah dalam tatanan negara yang mengaku republik ini? Lalu senyum kecil kulampiaskan lewat tulisan kecil. Aku beranggapan yang selama ini ada di media online itu hanyalah ucapan atau sekedar kabar burung yang tak mengerti hukum dan aturan. Atau bahkan Indonesia saat ini sudah miskin ideologi? Ah, tidak mungkin. Masa di umur yang tua ini, Indonesia masih harus belajar menanam rasa ideologi lewat perkara yang kecil? Masih terenyum kecil, sambil memandangi gambar “bendera Merah-Putih” di desktop komputer.

Seorang teman datang menghampiriku, memberi kabar menarik. “Mas, akhirnya Ariel ngaku juga. Setelah lama mengaku “mirip”, kini semuanya sudah terungkap.” Katanya, sambil memperhatikan gambar “bendera Merah-Putih” di desktop komputer. “Apa opini orang hebat dengan berita ini?” Tanyaku sambil berbisik. “Mereka kepalang senang lah, akhirnya Ariel mau mengaku juga, tapi untuk Mbak Luna dan Mbak Tari sih, masih belum ada kabar.” Jawabnya semakin memperjelas. “Oh, bagus berarti Indonesia sekarang yah. Tidak memandang bulu, artis pun ditanganinya.” Aku berkomentar.

Melihat aku yang sedang sibuk menuliskan sesuatu, sambil sesekali mengintip gambar desktop, dia pun menjauh. “Kok semakin bengal Indonesia sekarang yah?” Bisikku dalam hati. Bukankah yang dilakukan oleh penyanyi terkenal itu, adalah hal biasa? Bagaimana tidak, beberapa point yang harus diambil sebelum tuntutan datang ke tangannya. Terlebih dalam kasus penyalagunaan media video.

Pertama, kalau memang yang dijadikan acuan permasalahannya adalah sebuah kamera video yang sengaja dipakai untuk merekam adegan panas tersebut, kenapa tidak protes dengan perusahaan yang membuat kamera video tersebut. Dengan tuntutan, kamera video semakin banyak dijadikan alat untuk ke-onar-an. Bukankah itu hal yang logis, daripada menyalahkan orang yang memakainya. Toh yang memakai kamera video itu juga bukan sedikit kalangan, apalagi dalam hal yang kaitannya dengan “adegan panas”. Wah, kalau memang ini yang dijadikan landasan penangkapan Nazril Irham, mending sekalian saja tangkap semua orang yang membuat video dengan kamera sendiri, toh tidak sedikit pula masyarakat Indonesia yang gemar merekam saat sedang ber-adegan panas.

Kedua, kalau misal yang dijadikan tuntutan adalah karena pelaku termasuk dari golongan artis papan atas. Apa bedanya dengan bapak-bapak yang duduk di kursi politik? Bukankah bapak-bapak yang duduk di kursi politik adalah golongan yang lebih atas di atas papan? Lalu, kenapa waktu tersebarnya video salah seoarang bapak-bapak yang duduk di kursi politik melakukan “adegan panas” bersama artis dangdut, tidak sebegini besarnya? Apa karena dia memiliki jabatan tinggi, lantas tidak usah terlalu dipikirkan? Paling hanya dipecat, semua perkara selesai. Maaf, kalau memang ini landasannya, jangan pernah mengaku sebagai patriot bangsa.

Ketiga, andai karena tuntutan masyarakat yang terlalu besar untuk menangkapnya, seharusnya polisi lebih detail membedakan; mana masyarakat yang menuntut setelah menonton, dan mana masyarakat yang menuntut sebelum menonton. Itu kan sudah jelas. Nah, andai memang sudah dibedakan kedua hal tersebut dan ternyata hasilnya lebih banyak masyarakat yang menuntut setelah menonton, patutnya mereka juga ditangkap. Kalau memang itu sudah dilakukan, saya yakin tahun 2010 adalah masa jaya terbesar polisi Indonesia, karena sudah mampu membuat penjara penuh walau hanya sebatas hukuman 2 tahun penjara. Bukankah itu lebih adil ketibang hanya menangkap pelaku? Toh mereka melakukan hal tersebut atas dasar, “sama-sama menerima”.

Mungkin ketiga hal tersebut yang membuat aku lebih merinding dengan perkara yang kecil, kemudian dibesar-besarkan. Rasa-rasanya baru kali ini aku merasakan berita piala dunia 2010 dikalahkan hanya dengan berita kecil ini.

Aku satu dari beberapa orang yang kontra dengan penangkapan Nazril Irham. Maaf, bukan berarti saya membela, kita sama-sama berbicara di sini tanpa membawa hal religi. Kalau hal religi dibawa, sudah jelas berdosa. Yang saat ini akan aku bahas adalah, kenapa sebegitu terpuruknya bangsa kita dalam menanggapi hal yang kecil ini? Itu saja yang sebenarnya membuahkan pertanyaan yang blunder. Masyarakat Indonesia yang menuntut itu kebanyakan munafiknya, terlalu polos atau memang sengaja dipolos-poloskan, atau hanya ingin pamer nama di hadapan bangsa? Kalau memang hanya ingin pamer di hadapan bangsa, maaf bukan waktunya. Karena waktu yang tepat adalah, ketika para KORUPTOR itu tertangkap dan bangsa semakin hilang dari KEBIADABAN. Satu yang ingin saya sindir, “SUDAHKAH BAPAK-BAPAK SEKALIAN PERIKSA, BERAPA VIDEO PORNO MADE IN INDONESIA YANG BERTEBARAN DI NEGARA KITA?” Kalau memang bapak bisa menjawab pertanyaan ini, berarti Anda harus siap dengan ucapan menjatuhkan Anda di hadapan masyarakat yang KONTRA dalam hal ini.

“Artis yang mejeng di layar televisi itu bukan orang besar, kedudukannya tidak lebih besar dari penguasa politik. Namun, ketika masalah seperti ini dilakukan para artis, secara drastis kedudukannya naik, lebih tinggi bahkan dari seorang penguasa politik”

-Mahameru Nugraha-

comment 0 comments:

Posting Komentar

.:( Komentar dari Pembaca Saya Tunggu ):.

 
© 2010 Catatan Mahameru Nugraha is proudly powered by Go! Blog
Inspirasi hidup yang membawaku bisa seperti ini. Life will find a way.