Diary Su ( Episode Ketiga )

Selamat pagi kawan. Bagaimana tidur kalian malam tadi? Nyenyakkah? Syukurlah bagi kalian yang tidak bermimpi buruk sepertiku. Mimpi itu adalah kunci, kunci kesuksesan, tapi tidak semua mimpi akan berujung sama. Mimpi yang berujung kepada kesuksesan adalah mimpi yang dimulai dari kemauan, kesiapan, dan ditambah bumbu keringat dan pikiran. Bagi kalian yang bermimpi baik, maka bersiaplah untuk memulai hari ini dengan tujuan, mengamini mimpi kalian. Nah, bagi kalian yang bermimpi buruk, jangan takut. Mimpi buruk itu hanyalah album yang harus kita simpan. Mengapa kita simpan? Karena kalau selamanya kita menyimpan mimpi yang baik, maka selama itulah kita tidak akan pernah mempunyai kesiapan untuk menghadapi yang buruk. Karena tahukah kalian? Di setiap jalan yang lurus pun, pasti kita akan menemukan jalan yang berkelok. Itu yang nyata, apalagi untuk mencapai sebuah kesuksesan. Pasti akan lebih banyak rintangannya. Untuk menghalau semua rintangan, tentunya dengan album yang kita simpan. Apalagi kalau bukan mimpi buruk. Okey teman, itu pencerahanku hari ini yang ada di buku diary. Pencerahan ini aku dapat dari seorang motivator yang ulung. Motivator itu adalah Mario Teguh. Seorang motivator kebangganku.

Tapi, bukan pencerahan itu yang akan aku jelaskan di sini. Pencerahan dari beliau akan aku campur dengan ceritaku yang masih sangat panjang. Baiklah, kali ini aku akan menceritakan tentang mimpi buruk yang tadi malam singgah di tidurku. Tahukah kalian, tadi malam aku bermimpi menjadi seorang pejabat negara. Pekerjaan yang paling aku jauhi adalah menjadi seorang pejabat, apalagi menjadi presiden. Bukan karena aku takut dicurigai akan korupsi, tetapi tanggungjawab yang diemban adalah tanggungjawab kerakyatan, bukan tanggungjawab individual. Memang benar, setiap individual dari kita adalah pejabat, dan setiap pejabat memiliki tanggungjawab kepada apa yang dijabatnya. Andai saja semua manusia menyadari ini, khususnya para koruptor. Mungkin, masalah Cicak vs Buaya yang dahulu pernah aku dengar, tidak akan ada. Negara kita bersih dari korupsi. Oh iya, maaf aku terlalu banyak bicara masalah ke-negara-an. Baiklah, aku akan mulai menulis mimpiku malam tadi, di sini. Di lembaran diary yang baru.

Pagi itu lapangan dipenuhi masyarakat yang berbondong-bondong menggunakan baju yang sama dipakai olehku. Kami sama-sama memperjuangkan Partai Ingin Maju. Suasana yang sesak, hawa yang panas, seakan tidak menyurutkan niat kami untuk memajukan partai ke meja PEMILU.

“Calon Presiden datang! Calon Presiden datang! Semuanya, buatlah jalan lurus sampai ke atas panggung!” Teriak Bang Evran menggunakan pengeras suara.

Segerombolan orang pun datang dan mulai menenangkan suasana yang saat itu benar-benar menunggu kedatangan pemimpin partai. Jalan yang lurus sampai ke panggung pun selesai dibuat, kali ini setiap orang yang berkumpul mulai mengeluarkan kamera yang sudah disiapkan sebelum datang ke lapangan ini. Pemimpin partai pun keluar dari mobil, dan berjalan ke arah panggung. Suasana semakin tidak kondusif. Maklum, 75 persen dari anggota partai ini adalah wanita. Dan pemimpin partai ini adalah bintang film terkenal di negara ini. Jadi, wajar saja kalau banyak wanita yang menganut partai ini.

Saat pemimpin partai menaiki podium, saat itulah keadaan mulai tenang. Di sudut sebelah kiri para hot dancer mulai membenarkan letak rok mini yang sedaritadi masih kurang naik. Padahal, ukuran rok itu sudah sangat minim sekali. Lalu, di sudut sebelah kanan para ibu rumah tangga mulai menggosip. Membicarakan ketampanan sang pemimpin partai. Berbeda dengan para pria yang setiap perkumpulan hanya diminta untuk menenangkan suasana. Di partai ini aku mendapat kedudukan sebagai pengawas harian. Jadi, wajar saja kalau setiap langkah pemimpin partai selalu diawasi. Agar tidak ada omongan yang jelek, sebelum beliau menjadi Presiden. Tentunya.

Pidato kebohongan pun dimulai. Saat-saat inilah yang paling menjijikan bagi kami selaku anggota partai. Bagaimana tidak, di dalam pidatonya selalu saja menjanjikan hal-hal bodoh, kurang berkesan, dan bahkan mustahil untuk dijalankan sekelas beliau. Hal bodoh jika aku memanggilnya dengan sebutan ‘beliau’, tapi itu kewajiban. Untung kejadian itu hanya ada di dalam mimpi.

“Kebahagiaan rakyat adalah kebahagiaan yang kita dambakan selaku anggota Partai Ingin Maju. Kita berantas habis korupsi yang sudah membabibuta negara tercinta ini.” Begitulah kesimpulan pidato panjangnya.

Bagaimana hal tersebut akan terjadi, di belakang panggung saja aktifitas korupsinya mulai dijalankan. Setiap anggota yang mengikuti pawai di lapangan ini, diwajibkan membayar iuran sebesar lamanya beliau berpidato. Satu menit dihargai dengan sepuluh ribu. Sedangkan beliau, berpidato selama dua jam lamanya. Tentunya dengan pidato yang membahas hal sama seperti paragraf sebelumnya. Seketika pidato pun diakhiri, dan semua anggota mulai berbaris untuk membayar iuran partai. Iuran itu akan ditujukan untuk warga yang kurang mampu, katanya.

“Su... Ini jatah kamu. Cari lebih banyak lagi anggota partai, maka persenan buat kamu pun akan lebih banyak.” Jelas Dims, wakil umum dari partai ini.

“Terimakasih Pak Dims, tentunya nanti akan saya carikan lagi anggota partai yang lebih besar dari ini.” Kataku membual. Ini adalah kesempatan emas bagiku untuk mendapatkan uang, dengan tidak perlu letih mencari anggota. Pengurus harian partai ini ada 35 orang. Jadi, aku cukup santai sambil meneguk hasil keringat mereka. Itu baru namanya politik. Yang di atas merasakan nikmatnya, sedang yang di bawah mengunyah sekuat tenaga.

Dimensi mimpiku berubah. Kini, mimpi menggambarkan bagaimana partai kami unggul di pemilihan suara. Dan sekali lagi, pemimpin bodoh itu pun menjadi pemimpin negara yang sesungguhnya. Semua pengurus partai dijadikan sebagai menteri, ditambah dari partai yang lain. Itupun agar terlihat seimbang. Setidaknya, seorang Presiden harus lihai menyembunyikan kebohongan dari warga negaranya. Kini aku menjabat sebagai Menteri Perhubungan. Aku bersyukur saja dengan kedudukan saat ini. Aku baru merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang pejabat negara. Rasanya membosankan, terlalu hidup mewah, komunikasi dengan sahabat menjadi renggang, terlalu dibatasi, dan tidak bisa menggoda wanita kembali. Entah sampai kapan aku bisa menahan semua ini, tapi sudahlah. Nikmati saja apa yang sudah Tuhan beri, karena sesungguhnya umat yang paling dicintai-Nya adalah umat yang selalu bersyukur akan nikmat yang diberikan oleh-Nya.

Hari ini adalah hari di mana semua pejabat negara berkumpul dengan Presiden. Aku sudah bersiap sebelum pengawal pribadiku terbangun. Aku tidak mau semua aktifitas harianku dipantau oleh orang yang tidak aku percaya. Andai saja dimensi mimpi memasukkan Rina sebagai istriku. Tentu aku akan sangat senang. Sayang, di adegan ini Rina sudah milik yang lain. Dan mereka sangat berbahagia tentunya.

“Ke mana kita hari ini, Pak?” Tanya supir pribadiku. Wajahnya masih mengantuk.

“Kita ke laut, memancing ikan teri! Ya ke Istana Negara lah. Kamu loh jam segini kok belum mandi, belum siap-siap. Bagaimana kamu mau jadi pejabat.” Kataku penuh kesal.

“Tapi, ini kan baru jam setengah lima, Pak. Adzan Subuh saja belum.”

“Kalau kamu mau jadi pejabat, maka kewajiban kamu adalah bangun terlebih dahulu sebelum rakyat bangun.”

Begitulah isi teguranku hari ini. Agar para calon pejabat bisa tahu, bahwa apa yang menyebabkan mereka kurang beruntung adalah terlalu mengikuti kemauan yang tidak sejalur.

Matahari mulai bangun dari tidur pendeknya. Saatnya memulai hari dengan senyuman. Perjalanan menuju Istana Negara begitu longgar. Longgar bukan karena Kota ini kosong, melainkan sengaja dibuat jalan khusus untuk para menteri dan pejabat negara. Aku bahagia melihat jalan yang kosong di depanku, tapi di belakangku, kebahagiaan itu berubah. Saat melihat kendaraan semua dihadang, demi aku. Seorang Menteri Perhubungan yang lewat di jalan masyarakat. Harusnya tidak seperti ini aturannya. Mereka dan aku sama. Sama-sama punya kepentingan yang tidak bisa dilewatkan. Ini adalah tanggungjawabku. Bagaimana membuat kota ini menjadi kota yang nyaman, tanpa kemacetan tentunya. Tapi, buat apa dipikirkan. Aku kan sedang dalam mimpi.

Istana Negara mulai ramai dipadati mobil-mobil mewah. Mobil dari uang rakyat. Setelah pintu ruangan rapat dibuka, serempak kami masuk ke dalam, dan mengambil tempat yang sudah disediakan. Semua pejabat yang diundang sudah datang, tinggal menunggu Presiden. Terlihat beberapa di antara pejabat yang menuliskan sesuatu di sebuah kertas. Entah naskah, atau bahkan siasat kebohongan baru.

Satu jam berlalu begitu saja tanpa kehadiran Pemimpi Negara. Aku bosan terlalu lama berkumpul di sini. Lihat saja, sebagian sudah mulai mengantuk. Pejabat macam apa ini. Di saat seperti ini masih sempat memanjakan kantuk. Tidak benar juga kalau aku terlalu menyalahkan mereka. Masih ada orang yang harus disalahkan. Siapa lagi kalau bukan Pemimpin Negara yang telat datang. Tidak ada lagi yang bisa aku lakukan selain mengusap dada, dan memohon kepada Tuhan semoga negara ini dilindungi dari gangguan-gangguan syetan hati.

Akhirnya tamu yang ditunggu-tunggu tiba setelah dua jam berlalu. Kami pun berdiri sebagai tanda penghormatan, dan duduk kembali setelah dipersilahkan. Rapat dimulai, para wartawan mulai memasukki ruangan.

Rapat dimulai dengan pembukaan dari Presiden. Berbagai masalah mulai dikupas, dari permasalahan paling kecil sampai yang berpengaruh. Masalah yang paling favorit hari ini adalah anggaran yang belum sampai ke daerah yang membutuhkan. Pasti ada maksud kenapa Presiden lebih memilih mengupas masalah tersebut, ketibang masalah yang lain. Padahal, masalah korupsi yang minggu lalu dikupas saja statusnya masih ditangguhkan. Biarkan saja, yang penting divisiku tidak ada yang mengganggu.

Perkumpulan pun selesai. Dengan inti yang sama saja dengan hari sebelumnya. Hukum harus ditegakkan memang itu inti dari negara yang siap revolusi. Kalau hukum hanya ada di mulut saja, maka anak kecil pun sudah sering merasakan. Korupsi itu seperti penyakit batuk. Yang tertular sudah pasti akan menular kembali ke yang lainnya. Jika sumber dari penyakitnya sudah ditemukan, dan diobati. Maka yang tertular pun akan sembuh, karena obatnya sudah ditemukan. Begitu juga dengan praktek korupsi. Jangan salahkan bila pejabat banyak yang korupsi, mereka itu hanya tertular. Sekarang tinggal mencari, siapa yang pertama kali menderita penyakit itu, dan apa obatnya. Bagaimana sekarang mau mencari tahu obatnya, yang mencarinya saja sudah tertular. Seperti masalah anggaran yang dibicarakan Presiden tadi. Seharusnya daerah yang miskin itu diberi anggaran tanpa adanya syarat. Sama saja seperti seorang yang sedang mencari pekerjaan. Mereka mencari pekerjaan demi mendapatkan uang, tapi prakteknya sekarang berbeda. Yang ingin bekerja harus mempersiapkan uang sebagai modal pertama. Daerah miskin kan sudah pasti membutuhkan, tapi kenapa mereka harus memenuhi syarat. Sedangkan untuk memenuhi syarat tersebut saja membutuhkan uang. Ada aja cara untuk korupsi. Kasian aku dengan mereka yang menjadi korban.

Kini malam memintaku terlelap. Sudah saatnya memikirkan individual, setelah hampir lima belas jam bertarung dengan pikiran.

“Su...! Bangun! Ini ada nasi uduk buat kamu! Su...!” Teriak Bu Marni, sambil mengetuk pintu. Membangunkanku dari mimpi buruk malam ini.

Itulah mimpi yang tadi malam menemani tidurku. Aku berharap, semoga mimpi tadi, hanyalah mimpi dan hanya ada di diary ini saja. Karena bila semua itu sampai terjadi, aku hanya bisa termenung sebagai warga biasa. Bukan sebagai pejabat yang selalu berfoya dengan uang masyarakat.

Setelah satu bungkus nasi uduk lenyap dalam hitungan menit, aku pun mulai bergegas untuk merapihkan buku-buku. Hari ini ada pelatihan membaca Undang-Undang Dosen, bertemu dengan Rina, foto close-up dengan mahasiswi baru, dan yang paling aku senang adalah makan gratis di warung Mas Doni. Kemarin, di warung itu ada kuis berhadiah pelacur, dan aku menang. Sayang, Rina ada di sebelahku saat itu, jadi aku harus benar-benar menyembunyikan karakter burukku di depan dia. Daripada dapat pelacur, lebih baik dapat voucher makan gratis sepuasnya.

Okey kawan, aku berangkat ke kampus dulu. Kejadian hari ini akan aku tulis di lembaran selanjutnya. Do’a dari Su buat teman-teman, semoga hari ini menjadi hari yang paling konyol untuk kalian tulis di diary. Karena, kalau hari ini menjadi hari baik kalian, kapan kalian merasakan hari konyolnya? Have a nice day friend.

Di Atas Ranjang Purba, 3 Januari


comment 0 comments:

Posting Komentar

.:( Komentar dari Pembaca Saya Tunggu ):.

 
© 2010 Catatan Mahameru Nugraha is proudly powered by Go! Blog
Inspirasi hidup yang membawaku bisa seperti ini. Life will find a way.