Apa Itu Déjà vu

Dalam menjalani aktifitas, kita pasti pernah merasakan sebuah kejadian, yang mana kejadian itu pernah kita rasakan sebelumnya, atau bahkan sering terjadi. Tidak hanya itu. Bahkan beberapa di antara kita ada yang sampai bisa menebak, kejadian apa yang akan terjadi setelah dia melewati beberapa fase. Nah, begitu juga yang dirasakan oleh saya belakangan ini. Terkadang suka aneh dengan kejadian yang saya sendiri merasa, perasaan udah pernah terjadi. Tapi di mana? Kapan? Dan bagaimana kejadian itu bisa terjadi?

Karena rasa penasaran yang tinggi tentang hal tersebut, akhirnya saya pun mencari-mencari artikel menarik tentang apa yang selama ini terjadi dan apa yang selama ini saya rasakan. Kejadian yang mungkin pernah kita rasakan itu adalah Déjà vu.

Apa sih sebenarnya Déjà vu itu? Arti kata 'Déjà vu' secara harfiah diambil dari bahasa Perancis, yang berarti 'Pernah Melihat", atau 'Pernah Merasakan'. Kaitannya dengan harfiah adalah, seseorang pernah merasakan suatu kejadian yang mana kejadian itu pernah dirasakan sebelumnya.

Seorang ilmuwan asal Perancis Emile Boirac. Adalah beliau yang pertama kali mempelajari tentang ilmu Déjà vu pada kisaran tahun 1851-1917 dan dibukukan dengan judul 'The Future of Psychic Sciences' pada saat mengenyam pendidikan di Universitas Chicago.

Bukan hal baru dalam sejarah para ilmuwan tentang Déjà vu itu sendiri. Kebanyakan mereka menganggap ini adalah hal yang biasa, atau hal kuno. Karena bukan hanya beberapa orang yang pernah merasakan hal ini. Delapan dari sepuluh orang di dunia pernah merasakannya. Bahkan pada hakikatnya, beberapa ilmuwan sendiri mencoba mencari cara yang lebih ampuh dengan perangkat 'hipnotis' sebagai media utamanya. Lalu, apa kaitannya antara Déjà vu dengan Hipnotis sendiri? Kaitannya adalah kedekatan sifat antara Déjà vu dengan Hipnotis. Seorang yang melakukan Hipnotis akan sangat mudah mengelabuhi korbannya dengan pelbagai cara, sedangkan Déjà vu pengalaman yang mengelabuhi sang perasa. Sama-sama datang dari kejiwaan dan sama-sama dihidangkan melalui konsep physikologi yang lumayan erat.

Déjà Vu Menurut Ilmiah

Pada tahun pertama di abad ke-20, déjà vu mulai diperkenalkan para ilmuwan psikologis dan neurofisiologis. Keduanya berpendapat bahwa déjà vu tidak bisa dikategorikan sebagai hal yang terkait masalah 'precognition' atau 'nubuat', akan tetapi sebuah masalah yang kaitannya dengan 'anomial memory' atau pengalaman dahulu yang ditarik atau kembali terjadi di masa mendatang. 
 
Penjelasan ini diperkuat oleh fakta bahwa arti "ingatan" pada saat itu sangat kuat dalam banyak kasus, tetapi keadaan dari pengalaman "sebelumnya" (kapan, di mana, dan bagaimana pengalaman sebelumnya terjadi) sangat tidak pasti. Demikian juga, dengan berjalannya waktu, subjek dapat menunjukkan ingatan yang kuat yang memiliki "gangguan", pada pengalaman deja vu itu sendiri, "tetapi sedikit" atau "tidak ingat" secara spesifik dari peristiwa atau keadaan pada saat mereka "mengingat" ketika mereka memiliki pengalaman deja vu. Secara khusus, ini dapat menyebabkan tumpang tindih antara sistem saraf yang bertanggung jawab untuk memori jangka pendek (peristiwa yang dianggap sebagai masa sekarang) dan mereka yang bertanggung jawab untuk memori jangka panjang (peristiwa yang dianggap sebagai masa lalu). Peristiwa akan disimpan ke dalam memori sebelum bagian sadar otak menerima informasi dan proses itu.

Teori lain yang sedang dieksplorasi saat ini adalah "vision". Teori ini menunjukkan bahwa satu mata dapat merekam apa yang dilihat secara fraksional lebih cepat dari milidetik lain, menciptakan ingatan "yang kuat" sensasi pada adegan "sama" yang kemudian terlihat oleh mata sebaliknya. Namun, teori ini gagal menjelaskan fenomena ketika input sensorik lainnya terlibat, seperti pendengaran atau sentuhan. Jika seseorang, misalnya, pengalaman Déjà vu dari menampar seseorang dengan jari-jari tangan kirinya, maka merasa deja vu ini tentu bukan karena tangan kanannya mengalami sensasi yang sama, melainkan tangan kirinya yang menerima lebih banyak ingatan ketibang tangan kanan yang tidak melakukan kegiatan menampar. Begitu pula, orang dengan hanya satu mata melaporkan masih mengalami deja vu atau Teori yang lain sedang dieksplorasi adalah visi. Teori ini menunjukkan bahwa satu mata dapat merekam apa yang dilihat fraksional lebih cepat dari milidetik lain, menciptakan ingatan "yang kuat" sensasi pada adegan "sama" yang dilihat kemudian oleh mata sebaliknya [4]. Namun, teori ini gagal menjelaskan fenomena ketika input sensorik lainnya terlibat, seperti pendengaran atau sentuhan. Jika seseorang, misalnya, pengalaman Déjà vu dari menampar seseorang jari-jari tangan kirinya, maka merasa deja vu ini tentu bukan karena tangan kanannya mengalami sensasi yang sama lebih dari tangan kirinya mengingat bahwa tangan kanannya tidak akan pernah menerima sama indra masukan. Juga, orang dengan hanya satu mata laporan masih mengalami deja vu atau Déjà vécu (kelainan langka memori, mirip deja vu persisten). Ini semua disebabkan karena lambatnya otak sebelah dalam menerima ingatan. 

Apakah Manusia Yang Merasakan Déjà Vu Dianggap Normal?

Konsep jelas menyatakan bahwa setiap individual dari manusia yang memiliki hal ini dianggap normal. Karena secara fisik ini bukan penyakit, melainkan kecepatan kerja otak kanan dengan otak kiri. Jadi, bagi semua yang pernah merasakan hal ini, jangan beranggapan kalau kalian dilahirkan ke dunia bukan secara normal. Karena orang-orang yang memiliki hal lain adalah manusia yang diunggulkan. Terlebih dalam hal virtual memory.

Tulisan ini diambil berdasarkan:

comment 0 comments:

Posting Komentar

.:( Komentar dari Pembaca Saya Tunggu ):.

 
© 2010 Catatan Mahameru Nugraha is proudly powered by Go! Blog
Inspirasi hidup yang membawaku bisa seperti ini. Life will find a way.