Dia dan Hati Kecil di Awal Tahun Baru

Secangkir Cappucino kuteguk perlahan sambil membayangkan sebuah kisah klasik di masa lalu. Instrumen Kitaro dengan judulnya Caravansary menambah suasana malam tahun baru ini semakin terasa indah dan romantis. Bukan taman indah yang kujadikan sebagai bahan pelampiasan kerinduan, bukan juga bintang malam yang terpaksa mengorbankan keindahannya demi menghilangkan kepenatanku dua tahun yang lalu. Kali ini yang kujadikan sebagai tempat mengaduku adalah sebuah balkon kecil, dengan hiasan perangkat bekas yang ditumpuk di sudut kanannya. Mataku memang tertuju kepada malam, tapi hati kecil ini masih saja menggelayuti keindahan dua tahun yang lalu. Perlahan kuteguk kembali Cappucino yang mulai mendingin. Kadang senyuman pilu kuhempaskan, agar malam tahu, apa yang saat ini kurasakan.

“Aku merindukanmu, kenapa bayangmu tidak pernah lepas dari pikiranku?” Batin kecilku berteriak.

“Aku tak kuasa, dahulu kau datang dan membawaku pergi ke tempat yang begitu romantis. Dua tahun lalu, kau mengajakku saling berinterospeksi diri. Aku masih ingat wajahmu dahulu, senyum manismu seakan kau jual dengan harga yang begitu murah. Di depanku. Secangkir teh hangat kau buatkan agar aku tidak merasa penat. Tapi malam ini kau ke mana? Kau seakan menghilang, kau membuat pikiranku menjadi goyah, senyumanmu tidak lagi kau jual dengan harga murah, kau buat itu seakan menjadi barang yang paling mahal, sampai aku tidak bisa membelinya. Malam ini, bukan teh hangat yang kau buatkan untukku, tapi racun agar aku bisa melupakanmu. Ke manakah kau melangkah? Tidak merasa puaskah engkau melihat keadaanku yang malang ini. Andai kau ada malam ini, dan melihat keadaanku. Mungkin kau akan merasakan, betapa aku tidak bisa menghilangkan kenangan masa lalu. Antara aku dan kamu.” Kataku sambil menatapi malam.

Dua menit yang akan datang, tahun berganti. Lembaran baru akan segera dimulai. Tidak terasa, perlahan ada sesuatu yang seakan menerobos di dalam dada. Hati kecilku menangis, dia memintaku untuk segera melupakannya. Dia juga mengatakan, kalau dia tidak kuat menahan beban yang selama ini dipikulnya. Dia bahkan meminta mataku untuk mengeluarkan airnya, yang selama ini tidak pernah aku keluarkan. Mataku menerima permintaan hati. Kini, aku harus menahan mata ini untuk tidak sama sekali mengeluarkan airnya.

“Jangan pernah kau pendam rasa pilumu, buat apa semua itu. Mungkin kau tidak akan pernah merasakan, bagaimana rasanya menahan itu semua? Apakah kau tidak merasa kasihan kepadaku? Selama ini, kau paksa aku untuk menahan semua beban itu. Dan hari ini, bukan kau yang memintaku untuk melepaskan semuanya. Aku yang memohon langsung kepadamu untuk melepaskan semuanya.” Hati kecilku berbicara.

“Tidak! Tidak akan pernah, simpanlah semua itu. Aku tidak mau memenuhi permintaanmu. Kau mungkin tidak akan pernah mengerti, bagaimana aku menjaga dan merawat semuanya. Kau juga tidak akan pernah merasakan, bagaimana pahit dan manisnya perjuanganku menyimpan kenangan itu. Diamlah! Dan jangan pernah memintaku lagi.” Ucapku dengan penuh rasa marah.

“Aku yang memikul beban itu semua, aku yang menjaga. Jadi, akulah yang lebih berhak menghapus semua itu. Jangan pernah kau perintahkan aku untuk diam, karena secara tidak langsung, kau sudah melangkahi aku sebagai hati kecilmu.” Bantahnya dengan nada yang semakin keras.

Aku terdiam, mencoba menenangkan pikiranku. Satu menit lagi, tahun akan digantikan. Tapi, aku masih tetap saja membatu. Aku sudah lama mengerti tentang arti sebuah kisah. Aku juga sudah lama merasakan betapa pentingnya hati kecilku ini. Tapi, entah  mengapa baru kali ini aku menentangnya. Jam tanganku mulai berbunyi, menandakan hitungan mundur tahun baru dimulai.

Sepuluh. Bayang wajahnya yang selama ini hanya ada di dalam benakku, perlahan timbul dari kesunyian malam. Membuat aku diam, kaku, dan mematung. Apakah hati kecilku ini perlahan membuangnya? Jantung ini mulai berdebar begitu kencang. Kenapa begitu teganya hati kecil ini, membuang bayang wajahnya yang sungguh sangat sulit untuk kudapatkan?.

Sembilan. Senyumannya kini mulai menyatu dengan wajah yang masih terlihat seperti kelebatan cahaya putih. Aku merasa diriku akan menjadi gila di delapan detik yang akan mendatang.

“Cukup sudah! Jangan kau buang lagi masa lalu itu.” Teriakku.

Delapan. Hati kecil ini seakan tidak mendengar teriakanku. Kali ini dia membuang matanya. Mata yang dahulu kupandangi dengan ketulusan cinta, kini mulai menyatu dengan cahaya putih itu. Alis matanya yang lentik beterbangan, bagai seekor kupu-kupu yang melintasi mahkota bunga. Aku berusaha untuk memintanya agar tidak menghampiri cahaya itu. Namun, dia tidak menghiraukanku.

“Bangsaaat kau! Hentikan semua ini.” Ucapku tidak kuasa menahan jeritan ini.

“Hemh.” Hati kecil itu, hanya bisa tersenyum kecil. Seperti sedang mempermainkanku.

Tujuh. Cahaya putih itu semakin membentuk. Di depanku, hidung indahnya melintas. Malam ini aku seakan dihantui oleh seseorang yang kini kulupakan. Aku terdiam sejenak. Memikirkan semua perbuatanku, berusaha menerobos ke dua tahun yang lalu.

“Kesalahan apa yang pernah aku perbuat, hingga kau meminta hati kecil ini untuk menghapus semua bayang semumu?” Ujarku dengan kepala menengadah ke langit.

Di detik ini, bukan hanya hati kecilku yang tersenyum, tetapi bayangan yang sudah dilengkapi dengan bibir yang manis pun ikut tersenyum. Hanya tersenyum. Tanpa menjelaskan, kesalahan apa yang aku pernah perbuat, sampai bayangan itu merasa disakiti?.
Empat. Di detik ini, bayangan itu sudah mulai membentuk sebuah tubuh. Tanpa busana. Aku tidak mengerti, kenapa semua ini bisa terjadi? Padahal, satu tahun yang lalu, aku merasakan ketenangan yang begitu indah. Tanpa kehadiran sosok asli dari bayangan putih itu. Dua detik yang lalu, hati kecil ini sudah membuat kesabaranku habis. Kuambil sebotol Whiskey, yang kupersiapkan khusus untuk tahun baru ini.

Tiga. Belum sempat kuteguk Whiskey, bayangan putih itu membuatku semakin merasa bersalah. Entah mengapa, hati kecil ini menghilangkan bayangan baju tahun baru, yang dahulu sengaja kubelikan untuknya. Ditambah sebuah cincin emas, agar menjadi tanda, bahwa cinta ini akan selalu kujaga. Di detik ini, bayangan itu semakin terlihat jelas. Dia nampak begitu anggun, cantik, dan mempesona.

Dua. Aku berusaha untuk tidak melihatnya. Kuteguk sebotol Whiskey dengan penuh rasa bersalah. Aku tidak mau melihatnya. Bayangan itu sudah sempurna bentuknya. Tinggal aku menunggu, apa yang akan dilakukan oleh hati kecilku ini kepada bayangan itu.

Satu. Terompet tahun baru mulai terdengar bersahutan. Kembang api yang beterbangan di langit, menghiasi malam ini dengan cahayanya yang gemerlapan. Begitu indah nampaknya. Sebotol Whiskey sudah kuteguk habis. Perlahan, aku mencoba melihat bayangan putih itu. Tiba-tiba saja, aku tersentak. Whiskey yang kuteguk tadi kumuntahkan dengan perasaan yang begitu kacau. Bayangan putih itu sudah berdiri di depanku. Hanya beberapa jengkal saja aku bisa meraihnya.

“Mau apa kamu? Apa kamu akan menyakitiku, seperti aku menyakitimu?” Tanyaku dengan air mata yang tidak kuasa lagi menahan kesedihan ini.

“Tidak, aku tidak akan menyakitimu. Ini adalah hari kita berdua. Hati kecilmu yang memberikan kabar kepadaku atas kerinduanmu selama ini. Dit, kamu tidak bersalah. Aku yang selama ini telah melakukan kesalahan yang amat fatal kepadamu. Hati kecilmu memintaku untuk meminta maaf kepadamu.” Jawabnya yang diiringi dengan senyuman manis.

“Tidak, tidak mungkin. Hati kecil ini pasti berdusta, kenapa kamu masih percaya dengan hati kecilku ini?” Kataku.

“Harus berapa kali aku katakan kepadamu, aku yang memikul berat ini, dan aku yang merasakan semuanya. Buat apa aku berdusta?”
 Hentak hati kecil, memotong pembicaraanku.

“Apakah kamu mau memaafkan aku?” Pinta bayangan putih itu.

“Tidak usah kau meminta maaf kepadaku. Sebelum kau meminta maaf, semua kesalahan yang pernah kamu lakukan sudah kumaafkan.”

Bayangan putih itu tersenyum. Wajahnya begitu lega. Aku baru menyadari, selama ini hatiku tidak akan pernah berdusta. Dia telah melaksanakan tugasnya dengan begitu sempurna. Dia menyadari, bahwa selama ini aku masih menyayanginya.

“Adit, aku pamit pergi. Selamat tinggal.” Ucapnya sambil meraih tanganku. Namun tidak bisa kucapai, dia hanyalah sebuah bayangan yang datang dari imajinasiku.

“Jangan tinggalkan aku menyendiri disini. Temani aku, aku mohon.”

Bayangan putih itu seakan tidak bisa memenuhi permohonanku. Perlahan dia menjauh, dan hilang.

“Kemana dia pergi, hati kecil?”

Hati kecilku hanya diam. Keadaan kembali normal. Hati kecil tidak akan pernah berbicara, dia hanya bisa merasakan, apa yang selama ini kita pendam. Aku tertunduk lemas, di sekelilingku hanya terdengar suara terompet yang masih bersahutan tidak karuan. Tidak memiliki tangga not. Suaranya bisa dibilang abstrak.

Beberapa menit setelah keadaan kembali normal, aku kembali masuk ke dalam rumah.

“Adit, ada SMS nih!” Teriak temanku dari dalam kamar.
Dengan sigap aku berlari ke dalam kamar, dan melihat pengirim SMS itu. Ternyata dari ayahku. Tubuh ini terasa seperti dipukuli ribuan bahkan jutaan orang, ketika aku melihat isi SMS itu. Di dalamnya tertulis :

From : +6281315471601
dit, bpk mau ksh kbr duka k km. bpk mnta kmu jgn terlalu kaget mndngar kbar ini. Nisa meninggal dunia. Ucpan terakhr yg dewi sampaikan “maafkan aku dit”. Bpk hrp km tabah mnghdpi ini smua. Wass.

Aku baru menyadari, kejadian tadi bukanlah kejadian yang biasa. Hati bukanlah babu yang bisa kita perintah. Dia adalah penyampai. Penyampai dari semua kenangan masa lalu yang pernah kita simpan. Aku merasa berdosa, bukan pada kekasihku saja, tetapi kepada hatiku. Dia amat sangat berarti dalam hidupku. Aku terdiam lemas, tubuhku mematung di atas kasur dengan sepray berwarna biru muda. Warna kesukaannya.

“Nis, aku akan selalu menjaga kata-katamu. Biar jasadmu dimakan oleh cacing-cacing tanah, tapi hatimu akan selalu kujaga sampai ajal menjemputku. Selamat tinggal, semoga kau bisa tenang di alam sana. Biarkan aku yang menjaga, karena ini adalah tanggung jawabku untuk merealisasikan ketulusan cintaku padamu. Selamat tinggal dan selamat tinggal.”

Cairo, 1 January 2010
Pukul 06:56 pagi.

comment 2 comments:

upaiii mengatakan...

hijs...hiks... sedih bgt prass... ga bisa ngbyangin klu jdi adit gmnah?????

Anonim mengatakan...

kasihan ya...apa ini kisah nyata?

Posting Komentar

.:( Komentar dari Pembaca Saya Tunggu ):.

 
© 2010 Catatan Mahameru Nugraha is proudly powered by Go! Blog
Inspirasi hidup yang membawaku bisa seperti ini. Life will find a way.