Torehan Pena Mahameru ( Edisi 4 )







Wahai wanita yang tubuhnya digelayuti selendang rindu, aku masih melihat selendang rindumu terbawa hanyut bersama aliran kekerasan yang semakin merona. Apakah keadaan yang kala itu pernah berbincang hangat bersama kita belum menepati janjinya? Atau ia pergi meninggalkan kata? Sudah lama aku ingin melihat selendang rindu itu berubah menjadi selendang yang penuh dengan senyum. Perlukah aku menunggu tetesan air itu membentuk batu menjadi patung Dewi Mahona? Atau kalaupun ia tak sampai membentuk wajah ayu sang dewi, kubiarkan ia membentuk Dewa Trimatis.

Beberapa hari yang lalu aku pergi ke tepian pantai Alexandria dan mencoba melihat bintang Ace Helaux yang kata orang bintang itu terkenal dengan cahaya merahnya, tapi sayang aku tidak dapat melihatnya. Hanya hamparan langit merah yang di bawahnya terpapar deburan, karang, dan lelayuan rumput laut yang mengambang. Kala itu ingin kutuliskan sebuah nama di garis pasir, namun ombak masih tak menentu.

Hatiku gundah, masih bertanya, ada apa dengan kata? Kata yang dahulu aku ucapkan di hadapanmu, apakah kata itu sudah kembali menjadi debu? Sudah dua tahun kita dipisahkan keadaan, waktu, perasaan, pikiran, dan nyawa. Bagiku sudah cukup rasanya kehilangan dirimu. Rimaku sudah tak menentu melawan takdir. Ya, masih seperti itu saja, tidak ada yang berubah.

Wahai wanita yang tubuhnya digelayuti selendang rindu, aku masih melihat selendang rindumu terbawa hanyut bersama aliran kekerasan yang semakin merona. Apakah kau masih di sana? Menanti kata yang saat ini sudah lenyap dari diriku? Atau menggapai nyawa baru yang lebih cocok dengan jasadmu saat ini? Bukan kecantikan yang kuinginkan darimu, bukan perasaan yang kudambakan darimu, bukan hati yang kuidamkan darimu, hanya kebahagiaan saja yang seharusnya menemani langkah panjangmu. Menggapai mimpi tentunya.

Dua hari yang lalu aku mendengar sebuah lagu, lagu yang dahulu pernah kau beri kepadaku. Tepat ketika aku juga memberikan sebuah lagu. Oh ya, aku ingin beri komentar pada lagu itu, “Kau begitu pandai memilah lagu, aku tidak bosan mendengarnya, sekali mendengar rasanya butuh beberapa menit untuk kembali mencari jejakmu yang hilang.” Lalu bagaimana dengan lagu yang kuberi? Apa kau juga demikian? Atau saat ini sudah kau buang jauh lagu itu dari kehidupanmu? Kalaupun memang demikian, tidak apa. Toh memang ini yang pantas kudapatkan darimu. Bukan begitu?

Sesekali aku meminta kepada Tuhan di malam hari. Berharap kebahagiaan yang kau dapatkan adalah kunci sesungguhnya. Kau tahu Tuhan menjawab apa? Dia menjawab kerinduan yang lebih, Dia menjawab dengan tangisan sedu yang masih kukenang suaranya di balik tirai bambu. Apakah kau masih ingat dengan tangisanmu kala itu? Hanya memintaku untuk selalu menjaga kesetiaan.

Wahai wanita yang tubuhnya digelayuti selendang rindu, aku masih melihat selendang rindumu terbawa hanyut bersama aliran kekerasan yang semakin merona. Hanya ini saja yang bisa kutuliskan, kuharap di lain waktu kita bisa bertemu kembali, meniti takdir yang kian tak menentu. Maaf kalau selama ini, aku mengecewakanmu. Aku melakukan hal ini karena aku tidak ingin melihatmu selamanya berada dalam ketidakpastian. Cukup sampai waktu itu saja, hidupmu sulit membahas rasa. Kali ini kan kubiarkan merpati putih itu terbang lewati persendian Dewa Trimatis.

Kan kutunggu kebahagiaanmu di bawah tatapan bintang Ace Helaux, semoga saja bukan hanya mimpi. Kutuliskan torehan ini dengan hati.

Nasr City, 9 Juli 2010 untuk wanita bernama Dewi Murni.
<a href="http://www.mylivesignature.com" target="_blank">

comment 0 comments:

Posting Komentar

.:( Komentar dari Pembaca Saya Tunggu ):.

 
© 2010 Catatan Mahameru Nugraha is proudly powered by Go! Blog
Inspirasi hidup yang membawaku bisa seperti ini. Life will find a way.